Kantor Berita Budaya

Ritus Sandorellang, Menyelami Jantung Budaya dan Identitas Desa Klungkung Jember Sebuah Tangkapan Pandangan Mata: Istono Genjur Asrijanto - Balai RW Institute

Gerbang Awal Menuju Sandorellang

Di antara permata budaya yang tersebar di Nusantara, Ritus Sandorellang menonjol sebagai sebuah manifestasi hidup dari kekayaan tersebut. Bersemayam di Desa Klungkung, Jember, ritual keagamaan ini telah diakui sebagai “inti budaya” desa, sebuah praktik yang sarat makna dan telah bertahan lintas generasi. Keberadaannya bukan sekadar upacara tahunan, melainkan sebuah penanda identitas yang kuat bagi masyarakatnya, sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

Indonesia, dengan ribuan pulau dan ratusan kelompok etnis, adalah mozaik budaya yang kaya dan tak terhingga. Setiap daerah menyimpan warisan uniknya, sebuah cerminan dari sejarah panjang, kepercayaan mendalam, dan adaptasi sosial yang telah membentuk masyarakatnya. Memahami dan melestarikan tradisi lokal ini menjadi sangat penting, tidak hanya sebagai catatan sejarah, tetapi juga sebagai bagian integral dari identitas nasional yang terus berkembang di tengah arus modernisasi.

Tulisan ini berupaya menangkap dan mengelaborasi Ritus Sandorellang secara mendalam. Ritual ini bukan sekadar upacara tahunan, melainkan sebuah manifestasi hidup dari identitas kolektif, nilai spiritual, dan ikatan sosial masyarakat. Klungkung, Sukorambi Jember. Ritual ini kini menghadapi dinamika menarik antara pelestarian tradisi lisan yang sakral dan tuntutan pengakuan serta dokumentasi di era modern. Penting untuk digarisbawahi sejak awal bahwa fokus laporan ini adalah Ritus Sandorellang di Desa Klungkung, Jember, Jawa Timur.

Untuk menghindari kebingungan, mengingat terdapat wilayah bernama Klungkung, seperti di Bali yang juga kaya akan tradisi budaya, namun tidak relevan dengan konteks ritual Sandorellang yang dibahas di sini.

Jejak Sejarah Mendalam dan Filosofi Sandorellang, Kuat Mengakar dalam Sejarah Lokal

Ritus Sandorellang merupakan ritual keagamaan yang mengakar kuat dalam masyarakat Desa Klungkung, Jember. Keberadaannya bukan fenomena baru, sejarah pelaksanaannya tercatat sejak tahun 1917 M, menunjukkan bahwa tradisi ini telah berlangsung lebih dari satu abad, melewati berbagai perubahan zaman dan tetap lestari.

Pelaksanaan ritual ini secara konsisten dilakukan setiap tanggal 1 Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam penanggalan Hijriah. Penentuan waktu ini bukan sekadar kebetulan. Penetapan tanggal 1 Suro/1 Muharram sebagai waktu pelaksanaan Sandorellang mencerminkan sebuah sinkronisasi mendalam antara kalender Jawa dan kalender Islam, sebuah ciri khas yang sering ditemukan dalam budaya Jawa. Ini mengindikasikan adanya pertautan nilai-nilai spiritual dan tradisi lokal, di mana kepercayaan asli dan praktik Islam terintegrasi secara harmonis. Hal ini mengangkat ritual Sandorellang dari sekadar acara tahunan menjadi penanda budaya dan spiritual yang mendalam.

Lokasi sakral untuk ritual ini adalah pemakaman besar Dusun Mujan, Desa Klungkung, Jember. Pemakaman ini memiliki signifikansi khusus, karena secara spesifik disebut sebagai “makam para bujuk (tetuah desa) yang menjadi panutan dan sekaligus tokoh yang membuka/membedah awal desa Klungkung terbentuk”. Di beberapa sumber, makam ini juga disebut sebagai “buju’ Taka yang keramat” , yang semakin menegaskan perannya sebagai pusat spiritual dan historis bagi masyarakat setempat.

Filosofi di Balik Nama dan Lokasi Sakral

Nama “Sandorellang” sendiri mengandung filosofi yang mendalam, yang terdiri dari dua kata: “sandor” dan “rellang”. Kata “sandor” merujuk pada tradisi berkumpulnya kawan dan kerabat laki-laki. Ini menekankan aspek komunal, silaturahmi, dan kebersamaan sosial, menunjukkan bahwa ritual ini adalah momen penting bagi masyarakat untuk mempererat tali persaudaraan. Sementara itu, kata “rellang” mengacu pada tempat yang dianggap mistis, yaitu makam. Bagian nama ini menyoroti dimensi sakral, spiritual, dan koneksi dengan alam gaib atau leluhur.

Etimologi “Sandorellang” secara linguistik mengkodekan dualitas esensial ritual ini: “sandor” yang merujuk pada aspek sosial dan kebersamaan, serta “rellang” yang merujuk pada aspek sakral dan koneksi dengan leluhur. Ini menunjukkan bahwa ritual ini dirancang secara inheren untuk memenuhi kebutuhan komunal dan spiritual secara bersamaan, menjadikannya perekat sosial dan jembatan spiritual. Nama itu sendiri menjadi simbol kuat dari pandangan dunia holistik masyarakat.

Pelaksanaan ritual di makam leluhur bukan tanpa alasan filosofis yang kuat. Ia mengandung pemahaman bahwa “setiap manusia yang hidup pasti akan mati sehingga tidak ada perbedaan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal, hanya saja yang membedakan adalah raganya”. Filosofi ini merupakan pengingat akan kefanaan hidup, kesetaraan di hadapan kematian, dan kesinambungan antara generasi yang hidup dan yang telah tiada.

Dengan demikian, makam bukan hanya tempat peristirahatan terakhir, tetapi juga menjadi tempat refleksi mendalam dan penghormatan yang berkelanjutan.

Tradisi Pewarisan Lisan dan Tabu Penulisan: Sebuah Paradoks Budaya

Salah satu karakteristik paling unik dan krusial dari Ritus Sandorellang adalah bahwa ia “diwariskan secara lisan dan tidak boleh ditulis”. Ini adalah sebuah tabu yang dijunjung tinggi dalam praktik ritual ini. Penelitian mengkonfirmasi bahwa “kalimat-kalimat yang dibacakan oleh anggota Sandorellang dilestarikan secara turun temurun oleh hafalan dan tidak ditulis”. Hal ini menunjukkan nilai mendalam yang ditempatkan pada memori kolektif dan transmisi langsung dari generasi ke generasi, memastikan keaslian dan kemurniannya.

Yang lebih menarik lagi, disebutkan bahwa mantra-mantra yang dibacakan, yang terdiri dari mantra pembuka, inti, dan penutup, menggunakan “kata-kata kuno yang ‘memang tidak memiliki makna'”. Larangan penulisan dan penggunaan kata-kata kuno yang tidak memiliki makna literal adalah inti dari otentisitas dan kesakralan Sandorellang.

Ini menunjukkan bahwa nilai dan kekuatan ritual tidak terletak pada pemahaman semantik literal dari kata-kata, melainkan pada performansi dan transmisi langsung dari generasi ke generasi.

Suara, ritme, dan koneksi dengan garis keturunan kuno yang tak terputus menjadi esensi. Sifat tak tertulis ini menjaga aura mistis dan melindungi tradisi dari potensi reinterpretasi atau pengenceran melalui dokumentasi tertulis, yang memperkuat karakteristik sakral, tradisional, dan performatifnya.

Namun, hal ini juga menjadi tantangan besar dalam upaya pelestarian modern, menciptakan ketegangan antara pelestarian tradisional dan kebutuhan akademik serta pariwisata kontemporer.

Anatomi Ritus Adalah Karakteristik dan Pelaksanaan Mendalam

Karakteristik utama ritus Sandorellang memiliki rangkaian karakteristik yang membentuk identitas dan cara pelaksanaannya: Secara formal dan hierarkis, hal ini terlihat jelas dari ekspresi, bahasa, dan gerak yang terstruktur dalam pelaksanaan ritual.  Adanya tatanan, urutan, dan peran yang dihormati menunjukkan struktur sosial dan spiritual yang tertanam kuat dalam komunitas.

Tradisional: Penggunaan kostum dan bahasa warisan leluhur adalah penanda kuat dari sifat tradisionalnya. Meskipun detail kostum spesifik untuk Sandorellang Jember tidak disebutkan secara rinci, penggunaan “pepujian dan doa” serta penekanan pada “penari lelaki sebagai komponen inti” menunjukkan kepatuhan pada bentuk-bentuk lama yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Bervariasi dalam Kualitas: Ritual ini dapat bervariasi dalam kualitas pelaksanaannya, tergantung konteks dan pelaku. Karakteristik ini, pada pandangan pertama, mungkin tampak kontradiktif dengan ritual yang juga digambarkan sebagai “formal,” “hierarkis,” “tradisional,” dan “penuh aturan dan tabu.” Namun, untuk sebuah tradisi yang hidup, hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dinamis.

Meskipun struktur inti, elemen sakral, dan aturan fundamentalnya tetap, eksekusi atau intensitas performa dapat bervariasi berdasarkan praktisi spesifik, keterampilan mereka, konteks langsung, atau bahkan energi para peserta. Ini mengindikasikan bahwa tradisi tersebut tidak statis, melainkan entitas yang hidup dan berkembang, yang memungkinkan tingkat interpretasi individual atau kontekstual sambil tetap mempertahankan esensi dan kesakralan fundamentalnya.

Penuh Aturan dan Tabu: Pelaksanaan Sandorellang diatur oleh berbagai aturan dan tabu yang ketat, termasuk cara berpakaian dan berbicara. Ini menegaskan kesakralan dan kekhususan ritual yang tidak bisa dilakukan sembarangan, menjaga integritas dan kemurniannya. Larangan penulisan, seperti yang telah dibahas, adalah salah satu tabu sentral yang paling menonjol.

Sarat Simbol Sakral: Ritual ini kaya akan simbol-simbol sakral yang mengandung makna kolektif dan identitas masyarakat.

Simbol-simbol ini diekspresikan melalui nilai dan sikap terhadap objek, tempat (terutama makam leluhur), bangunan, dan orang-orang yang dianggap sakral, menciptakan lapisan makna yang mendalam.

Bersifat Performatif: Sandorellang disampaikan secara dramatis di depan umum. Hal ini dilakukan untuk mengkomunikasikan pesan-pesan penting melalui gambar visual, suara (puji-pujian, doa), dan gerak untuk meyakinkan peserta dan penonton tentang kebenaran aktivitas tersebut melalui simbol-simbol sakral.

Penekanan kuat pada sifat “performatif” dari Sandorellang, terutama ketika dikombinasikan dengan fakta bahwa bahasa ritual menggunakan “kata-kata kuno yang ‘memang tidak memiliki makna”, menunjukkan pemahaman krusial tentang fungsi komunikatifnya, dan buat saya ini sangatlah menarik dari sisi penelusuran lanjutan dengan kedalaman yang cukup untuk memahami fungsinya.

Ritual ini terutama menyampaikan pesan, nilai, dan identitasnya bukan melalui makna linguistik literal, tetapi melalui tindakan yang diwujudkan, isyarat visual, dan suara ritmis dari nyanyian.

Performansi itu sendiri adalah pesan, menciptakan pengalaman imersif yang melampaui pemahaman rasional dan menghubungkan peserta pada tingkat yang lebih dalam, emosional, dan spiritual. Ini menyoroti pentingnya komunikasi non-verbal dalam transmisi budaya.

Rangkaian Ritual dan Keterlibatan Komunitas yang Holistik

Pelaksanaan Ritus Sandorellang melibatkan serangkaian tahapan yang terstruktur dan partisipasi aktif dari seluruh komunitas:

Persiapan Komunal: Sebelum ritual inti dimulai, warga berduyun-duyun menuju area makam, membawa makanan, dan menyiapkan tikar plastik atau terpal sebagai tempat duduk.

Aspek ini menunjukkan semangat gotong royong dan kebersamaan yang menjadi bagian integral dari ritual, memperkuat ikatan sosial bahkan sebelum upacara dimulai.

Sesi Doa dan Puji-pujian Awal: Ritual dimulai dengan “doa bersama warga masyarakat Klungkung di dusun Mojan”. Sesi ini mencakup pembacaan tawasul, dilanjutkan membaca surat Yasin, tahlil dan ditutup doa. Para pelaku duduk melingkari “buju’ Taka” , dan suasana religius diiringi oleh “suara sound system dengan tembang sholawat”.

Tarian Sandorellang Inti: Setelah sesi doa selesai, barulah dilanjutkan dengan “tarian Sandorellang dengan mengitari makam bujuk desa Klungkung”. Para penari berdiri dan tetap bergandengan tangan, melakukan gerakan tubuh dan kaki yang “sangat sederhana, tetapi sangat ritmis,” mengikuti “pepujian dan doa yang mereka lantunkan bersama-sama”.

Gerakan dan ayat-ayatnya saling terkait, dengan tiga transisi keseluruhan, menunjukkan koreografi yang terstruktur dan terpadu.

Peran Peserta dan Tokoh Adat: Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat Klungkung, dari “orang tua, remaja, maupun anak-anak” , adalah ciri khas yang menonjol.

Acara ini digambarkan sebagai “sebuah bentuk reuni besar seluruh warga masyarakat Klungkung” , yang menunjukkan partisipasi kolektif dan inklusivitas yang tinggi. “Para pelaku Sandor” adalah mereka yang aktif dalam ritual, termasuk “penembang wanita” dan “penabuh”, meskipun “penari lelaki” disebutkan sebagai “komponen inti”.

Tokoh adat atau “bujuk” (tetua desa) yang dimakamkan di sana adalah fokus spiritual ritual , dan keyakinan bahwa “ruh leluhur diyakini ikut mendoakan warga atau memberikan energi agar doa warga sampai kepada Sang Pencipta” menyoroti peran spiritual leluhur sebagai perantara. Keterlibatan “seluruh warga masyarakat Klungkung” dari berbagai usia dan deskripsi sebagai “reuni besar” merupakan aspek krusial untuk memahami keberlanjutan ritual ini. Hal ini menandakan bahwa Sandorellang berfungsi sebagai mekanisme transmisi budaya lintas generasi yang sangat efektif. Dengan melibatkan semua kelompok usia, komunitas memastikan bahwa generasi muda secara langsung terpapar dan aktif berpartisipasi dalam praktik budaya inti, sehingga menumbuhkan rasa memiliki dan kesinambungan yang mendalam. Lebih lanjut, penggunaan “sound system dengan tembang sholawat” menunjukkan adaptasi pragmatis teknologi modern dalam ritual yang sangat tradisional. Integrasi ini menunjukkan bahwa komunitas bersedia memanfaatkan alat kontemporer untuk meningkatkan suasana atau jangkauan ritual, mengindikasikan pendekatan yang fleksibel untuk menjaga relevansi tanpa mengorbankan esensi intinya.

Makna dan Nilai Luhur Sandorellang

Ritus Sandorellang bukan sekadar serangkaian gerakan dan puji-pujian; ia adalah wadah yang sarat makna dan nilai luhur yang membentuk fondasi kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Desa Klungkung.

Dimensi Spiritual dan Religius

Tujuan utama ritual ini adalah “bersyukur kepada Tuhan, memohon ampunan bagi leluhur, dan memohon keselamatan, keberkahan serta kesejahteraan warga masyarakat Jember khususnya desa Klungkung”. Ini menunjukkan spektrum permohonan yang luas, dari rasa syukur atas karunia Ilahi hingga harapan akan perlindungan dan kemakmuran. Ritual ini juga merupakan “pemujaan sekaligus doa kepada ALLAH SWT untuk para leluhur/bujuk”. Kepercayaan bahwa “ruh leluhur diyakini ikut mendoakan warga atau memberikan energi agar doa warga sampai kepada Sang Pencipta” memperkuat hubungan spiritual antara yang hidup dan yang telah tiada. Sinkretisme dalam Sandorellang, yaitu perpaduan antara ajaran Islam dan penghormatan leluhur, bukan hanya sekadar koeksistensi, melainkan sebuah integrasi fungsional. Leluhur dipandang sebagai perantara doa kepada Tuhan, yang menunjukkan adaptasi teologis lokal di mana tradisi pra-Islam tidak dihapus melainkan diinkorporasi ke dalam kerangka keagamaan yang dominan, memperkaya spiritualitas lokal. Pelaksanaan di pemakaman Dusun Mujan juga berfungsi sebagai pengingat bahwa “mereka semua akan kembali kepada Tuhan, melalui kematian, sebuah fase menuju alam keabadian”.  Hal ini memberikan dimensi filosofis yang mendalam tentang eksistensi, mengingatkan akan kefanaan hidup dan pentingnya persiapan menuju kehidupan setelah mati. Selain itu, doa-doa dan pepujian dalam Sandorellang juga bertujuan “untuk membebaskan diri dari semua penyakit, semua mara-bahaya dan musibah” , menunjukkan fungsi perlindungan dan penolak bala, menegaskan keyakinan akan kekuatan spiritual ritual dalam menjaga keselamatan komunitas.

Dimensi Sosial dan Kebersamaan

Di samping dimensi spiritualnya, Sandorellang memiliki peran krusial dalam memperkuat struktur sosial komunitas. Ritual ini digambarkan sebagai “sebuah bentuk reuni besar seluruh warga masyarakat Klungkung” , yang secara aktif mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan sosial. Aspek “reuni besar” dan “memperkuat ikatan sosial” menunjukkan bahwa Sandorellang berfungsi sebagai mekanisme tahunan yang efektif untuk memperbarui dan merevitalisasi struktur sosial komunitas. Ini adalah ritual solidaritas yang memastikan kohesi sosial di tengah perubahan zaman, menjadikannya lebih dari sekadar ritual keagamaan tetapi juga sebuah “institusi” sosial yang vital. Sandorellang bertujuan “untuk menjaga identitas budaya dan memperkuat ikatan sosial dalam komunitas tertentu”. Hal ini memupuk rasa tolong-menolong dan berbaur satu sama lain, terutama terlihat dalam persiapan dan pelaksanaan ritual. Nilai kebersamaan sosial secara inheren terkandung dalam ritual ini, yang terwujud dalam partisipasi kolektif dan suasana kekeluargaan yang kental, menciptakan rasa memiliki dan solidaritas yang kuat di antara warga.

Identitas Budaya Lokal

Bahasa dan gerakan dalam Sandorellang secara langsung mencerminkan identitas budaya lokal masyarakat Klungkung. Bahasa, bahkan yang kuno dan tidak secara literal bermakna, berfungsi sebagai cerminan nilai-nilai, tradisi, dan sejarah yang membentuk jati diri komunitas.  Meskipun bahasanya kuno dan tidak bermakna literal, ia tetap krusial dalam mencerminkan identitas budaya lokal. Ini menunjukkan bahwa identitas budaya tidak hanya dibentuk oleh pemahaman kognitif, tetapi juga oleh pengalaman performatif, koneksi emosional, dan resonansi historis yang dibawa oleh bentuk-bentuk ekspresi tradisional. Melalui bahasa dan gerakan ritual yang diwariskan secara turun-temurun, warisan budaya yang kaya diungkapkan dan dipertahankan, menjadi penanda unik bagi masyarakat Klungkung.

Sandorellang dalam Bingkai Nasional: Pengakuan dan Tantangan Pelestarian

Ritus Sandorellang telah mencapai tonggak penting dengan ditetapkan sebagai budaya Nasional oleh Kemenristek Dikti. Pengakuan ini bukan hanya simbolis; ia juga berimplikasi pada penetapan Desa Klungkung sebagai desa budaya nasional dan masuk dalam daftar 500 Besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024. Statusnya sebagai kalender event desa tahunan lebih lanjut menunjukkan komitmen lokal yang kuat untuk melestarikan tradisi ini. Pengakuan Sandorellang sebagai “budaya Nasional” adalah bentuk validasi eksternal yang signifikan. Hal ini berpotensi membawa dukungan yang lebih besar, baik dalam bentuk finansial maupun promosi, yang dapat membantu keberlanjutan ritual. Namun, pengakuan ini juga menimbulkan dilema yang kompleks. Bagaimana sebuah tradisi lisan yang sakral dan “tidak boleh ditulis” dapat menjaga esensinya ketika ia menjadi objek perhatian nasional dan pariwisata yang seringkali menuntut dokumentasi, standarisasi, dan aksesibilitas bagi khalayak luas?  Ini adalah titik negosiasi budaya yang krusial, di mana komunitas harus menimbang antara pelestarian otentisitas internal dan tuntutan pengakuan eksternal.

Tantangan Pelestarian di Era Modern

Di tengah pengakuan nasional, Sandorellang menghadapi tantangan pelestarian yang signifikan, terutama terkait sifatnya sebagai tradisi lisan. Dilema Tradisi Lisan vs. Dokumentasi Modern: Meskipun ada larangan penulisan yang kuat, upaya dokumentasi mulai dilakukan sebagai respons terhadap kebutuhan zaman. Tim Promahadesa UNEJ, misalnya, telah mengadakan “Ngajih Sandhorellang” (diskusi terbuka) untuk mengulik filosofi gerakan dan bahasa ritual.  

Hasil diskusi ini direncanakan akan didokumentasikan dalam bentuk “Sandorellang cultural module for reading material”.

Upaya dokumentasi ini merupakan respons langsung dan pragmatis terhadap tantangan pelestarian tradisi lisan di era digital.  Ini menunjukkan bahwa komunitas dan akademisi mencari cara untuk menjembatani kesenjangan antara tradisi yang tidak boleh ditulis dan kebutuhan untuk memastikan kelangsungan hidupnya di masa depan melalui bentuk-bentuk baru transmisi. Ini adalah bentuk adaptasi yang penting untuk kelangsungan hidup budaya.

Potensi Komodifikasi: Klasifikasi Sandorellang sebagai “Atraksi Wisata Buatan” dan promosi sebagai bagian dari Desa Wisata Budaya dapat meningkatkan visibilitas dan potensi pendapatan bagi masyarakat.

Namun, hal ini juga berisiko mengkomodifikasi ritual, mengubah fokusnya dari kesakralan internal dan fungsi sosial-spiritualnya menjadi daya tarik eksternal semata. Potensi perubahan makna dan praktik demi kepentingan pariwisata adalah isu yang perlu diwaspadai.

Peran Generasi Muda: Keterlibatan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaboratif dan partisipasi anak-anak dalam ritual menunjukkan upaya aktif untuk melibatkan generasi muda dalam pelestarian.

Namun, tantangan modernisasi dan globalisasi tetap ada, yang dapat mengikis minat generasi muda terhadap tradisi jika tidak ada upaya berkelanjutan untuk menjaga relevansi dan daya tariknya.

Pentingnya Dukungan Berkelanjutan

Pemerintah desa dan para penggiat budaya sangat berterima kasih atas pengakuan yang telah diberikan dan berharap agar “situs sandorellang ini lebih di gaungkan lagi”. Mereka juga secara eksplisit menyatakan perlunya “dukungan nyata dari pemkab Jember”. Permintaan dukungan nyata dari pemerintah daerah setelah pengakuan nasional menunjukkan bahwa pengakuan saja tidak cukup. Dibutuhkan alokasi sumber daya yang konkret untuk infrastruktur, promosi yang bertanggung jawab, dan program edukasi yang dapat menyeimbangkan pelestarian otentisitas dengan pengembangan potensi wisata dan pendidikan.

Pengembangan potensi desa melalui jalur kebudayaan, pariwisata, dan pendidikan nilai lokal bagi generasi mendatang adalah visi masa depan yang ambisius. Keberhasilan visi ini akan sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, komunitas lokal, akademisi, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa Sandorellang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang sebagai warisan budaya yang relevan dan bermakna.

Warisan Hidup yang Terus Berdenyut

Ritus Sandorellang adalah warisan budaya yang dinamis dan multi-dimensi, sebuah inti yang terus berdenyut di jantung Desa Klungkung, Jember. Ritual ini berfungsi sebagai jembatan yang kuat antara masa lalu, dengan leluhur dan tradisi lisan yang diwariskan, dan masa kini, dengan komunitas yang hidup dan beradaptasi dengan tantangan modern. Ia adalah perekat spiritual dan sosial yang tak tergantikan, membentuk identitas kolektif dan memperkuat ikatan kebersamaan.

Dinamika pelestarian Sandorellang menyoroti ketegangan unik antara tradisi lisan yang sakral dan kebutuhan akan dokumentasi di era modern. Di satu sisi, ada tabu kuat terhadap penulisan yang menjaga otentisitas dan aura mistisnya. Di sisi lain, ada kebutuhan pragmatis untuk mendokumentasikan dan mempromosikannya, terutama setelah pengakuan nasional dan potensi pengembangan pariwisata.  Ini merupakan sebuah negosiasi budaya yang kompleks, di mana komunitas harus secara cermat menavigasi antara menjaga kemurnian tradisi dan memastikan keberlanjutannya di tengah arus globalisasi. Ritus Sandorellang adalah studi kasus yang sangat baik tentang bagaimana tradisi lokal yang mendalam dapat beradaptasi dan bertahan di era modern, menyeimbangkan kesakralan internal dengan pengakuan eksternal. Keberlanjutannya akan sangat bergantung pada kemampuan komunitas untuk menavigasi dinamika antara otentisitas oral dan kebutuhan dokumentasi, serta antara pelestarian budaya dan potensi pariwisata. Oleh karena itu, pentingnya menjaga dan mempromosikan Ritus Sandorellang secara bertanggung jawab, serta mewariskannya kepada generasi mendatang, tidak hanya relevan bagi Desa Klungkung, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Indonesia yang harus terus dijaga dan dibanggakan.

 

Editor : KaBerBuTak 27/06/2025 14.46

 

Works cited

  1. Asal Usul Keris dari Klungkung yang Dikembalikan Belanda Hari Ini – Beritabali.com, https://www.beritabali.com/berita/202207027385/asal-usul-keris-dari-klungkung-yang-dikembalikan-belanda-hari-ini
  2. Klungkung Tampilkan Cepuk Endek dan Payas Agra – NUSABALI.com, https://www.nusabali.com/berita/170800/klungkung-tampilkan-cepuk-endek-dan-payas-agra
  3. Parade Busana Adat Khas Kabupaten, Klungkung Tampilkan Busana Berbalut Cepuk Endek dan Payas Agra – www.klungkungnews.com, https://www.klungkungnews.com/read/parade-busana-adat-khas-kabupaten-klungkung-tampilkan-busana-berbalut-cepuk-endek-dan-payas-agra
  4. Di Klungkung, Tempat Wisata Dilarang Promosi dengan Branding Nyepi – Denpost, https://www.denpost.id/bali/105514798532/di-klungkung-tempat-wisata-dilarang-promosi-dengan-branding-nyepi
  5. Mengulik Filosofi Gerakan dan Bahasa Ritual Sandhorellang, Tim Promahadesa UNEJ Adakan “Ngajih Sandorellang” Bersama Penggiat Budaya – Kompasiana.com, https://www.kompasiana.com/promahadesaklungkung2024/66bf346934777c6b325e62e2/mengulik-filosofi-gerakan-dan-bahasa-ritual-sandhorellang-tim-promahadesa-unej-adakan-ngajih-sandorellang-bersama-penggiat-budaya
  6. Menengok Ritual Sandhorelang Memperingati 1 Muharam 1446 …, https://www.recordjatim.id/menengok-ritual-sandhorelang-memperingati-1-muharam-1446-hdi-desa-klungkung-kab-jember/
  7. Sandur Klungkung: Ritual Keselamatan dari Kaki Gunung Halaman all – Kompasiana.com, https://www.kompasiana.com/dekajekita/64bcf022a0688f3cf26da703/sandur-klungkung-ritual-keselamatan-dari-kaki-gunung?page=all&page_images=1
  8. KKN Kolaboratif 161: Ikut Serta Memeriahkan Kegiatan Adat …, https://www.kompasiana.com/nuur96432/64bc7580a0688f7a5d3bd9a2/kkn-kolaboratif-161-ikut-serta-memeriahkan-kegiatan-adat-sandurellang-dalam-menyambut-1-muharram
  9. Atraksi Ritus Sandorellang – Jadesta Kemenparekraf, https://jadesta.kemenparekraf.go.id/atraksi/ritus_sandorellang
  10. Peran Bahasa dalam Pembentukan Identitas Budaya – unesa – Universitas Negeri Surabaya, https://s2pendbahasadansastra.fbs.unesa.ac.id/post/peran-bahasa-dalam-pembentukan-identitas-budaya
  11. PERAN BAHASA DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS BUDAYA DI INDONESIA – Jurnal Ilmu Ekonomi, Pendidikan dan Teknik, https://sihojurnal.com/index.php/identik/article/download/150/177/1112
  12. Desa Wisata Budaya Klungkung 500 Besar ADWI 2024 – Jadesta Kemenparekraf, https://jadesta.kemenparekraf.go.id/desa/dan_budaya_klungkung
  13. Desa Klungkung – PPID Desa Kabupaten Jember, https://ppid-desa.jemberkab.go.id/desa/klungkung
  14. ritual adat sendang pamojan, warisan budaya desa klungkung yang terus dilestarikan – PPID Kabupaten Jember, https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/ritual-adat-sendang-pamojan-warisan-budaya-desa-klungkung-yang-terus-dilestarikan

 

Perayaan Hari Buku Nasional Meriahkan Jember dengan Gerakan Mei Membaca

Perayaan Hari Buku Nasional Meriahkan Jember dengan Gerakan Mei Membaca Jember, 17 Mei 2025 – Hari...

Koalisi Budaya Desak Pembentukan Dinas Mandiri, Tolak Peleburan OPD

Koalisi Budaya Desak Pembentukan Dinas Mandiri, Tolak Peleburan OPD  Jember 8 Mei 2025, – Suasana...

Lomba Kuliner Kampung

LOMBA KULINER KAMPUNG Lomba Kuliner Kampung adalah ajang perayaan kekayaan rasa dan kearifan lokal...

Sayembara Kejung

SAYEMBARA KEJUNG Sayembara Kejung adalah ajang kreatif yang mengangkat kembali tradisi lisan...

Sarasehan Ekologi Budaya

SARASEHAN EKOLOGI BUDAYA HYANG ARGOPURO Sarasehan Ekologi Budaya Hyang Argopuro adalah forum...

Nyadran Kali Jompo

NYADRAN KALI JOMPO Nyadran Kali Jompo adalah ritual budaya yang diselenggarakan oleh warga sebagai...

Workshop Konten Budaya

WORKSHOP KONTEN BUDAYA Workshop Konten Budaya adalah ruang belajar bersama yang dirancang untuk...

Pameran Instalasi Arsip

PAMERAN INSTALASI ARSIP JEMBER Pameran Instalasi Arsip Jember adalah sebuah kegiatan seni dan...