Koalisi Budaya Desak Pembentukan Dinas Mandiri, Tolak Peleburan OPD

Jember 8 Mei 2025, – Suasana penuh aspirasi mewarnai ruang rapat Komisi B DPRD Kabupaten Jember pada Rabu, 7 Mei 2025. Koalisi Masyarakat Peduli Pemajuan Budaya Jember, yang terdiri dari berbagai komunitas seni, budayawan, akademisi, dan pemerhati budaya, menggelar audiensi untuk menyuarakan penolakan tegas terhadap rencana Pemerintah Kabupaten Jember menggabungkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Lebih jauh, koalisi juga menuntut pembentukan Dinas Kebudayaan yang mandiri di Kabupaten Jember.
Audiensi yang dihadiri oleh pimpinan dan anggota Komisi B, termasuk Ketua Komisi B Candra Ary Fianto, S.T, dari Fraksi PDI Perjuangan, H. Khurul Fathoni, S.H, dari Fraksi Nasdem, dan Nilam Noor Fadilah Wulandari, S.E, dari Fraksi Golkar Amanah, menjadi ajang bagi para pegiat budaya untuk memaparkan keresahan dan tuntutan mereka. Rencana peleburan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini merupakan bagian dari revisi Perda Nomor 3 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), yang kini dalam proses harmonisasi di tingkat Provinsi Jawa Timur.
Ancaman Marginalisasi dan Hilangnya Jati Diri Kebudayaan di Jember
Sebelum audiensi, Koalisi telah merilis pernyataan pada 2 Mei 2025, yang menggarisbawahi bahwa rencana peleburan bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. “Kebudayaan bukan sekadar instrumen promosi pariwisata, tetapi merupakan inti dari jati diri dan peradaban masyarakat Jember,” ujar Istono Asrijanto, perwakilan Koalisi.
“Kami khawatir jika urusan kebudayaan dilebur dalam struktur dinas yang lebih menekankan hasil komersial dan event-based, maka orientasi pembinaan dan pendalaman nilai-nilai budaya akan terpinggirkan,” tambahnya.
Kekhawatiran ini kembali mengemuka di awal sesi hearing, menyampaikan bahwa peleburan akan membuat upaya penggalian budaya ke titik terdalam menjadi tidak fokus. “Ketika ini jadi produk dan segala macam atau hanya berdasar event base dan seremonial, hanya sekedar event dan dari event ke event, ketakutan yang muncul bahwa kebudayaan mengalami pergeseran dan bias, yang terus kemudian kita juga nggak bisa melacak akar budayanya lagi,” papar Istono Asrijanto kembali menegaskan.
Didit dari Badan Kebudayaan Nasional, menyatakan, “Kalau itu digabung, kebudayaan akan jadi masalah gede, kita nggak bisa bergerak apa-apa. Nyatanya, mulai dari zamannya Pak Samsul sampai sekarang, kebudayaan belum ada muncul yang serius untuk bidang tersebut,” ungkap Didit
Zainollah Ahmad, S.Pd, dari Bhattara Saptaprabu Jember, komunitas pemerhati sejarah di Jember, menyoroti kekayaan sejarah Jember yang terancam dilupakan. “Jember ini terlalu seksi, dari sejarahnya dan ekosistem budayanya terlalu luas kalau seumpama nanti dikerdilkan dengan penggabungan dua instansi tadi, sangat-sangat disayangkan,” jelasnya, sembari menyebutkan kegagalan pembentukan museum Jember dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) sebagai bukti kurangnya perhatian serius.
Fitri Nura Murti, seorang akademisi dari Universitas Jember, memberikan perspektif mendalam mengenai esensi kebudayaan. “Ketika kita bicara tentang kebudayaan, maka kita bicara akal budi cipta rasa karsa sebagai produk, tapi yang esensi adalah nilai. Apakah selama ini kita sudah membicarakan nilai itu dan kita sudah memikirkan sistem nilai itu kepada masyarakat kita? Atau alih-alih kita hanya memperdebatkan masalah komoditas,” kritik Fitri. Ia juga mempertanyakan penempatan urusan kebudayaan di Komisi B yang fokus pada perekonomian, “Apakah salah tempatnya dinas kebudayaan ada di Komisi B?” ujarnya lagi.
Delapan Tuntutan Koalisi
Gus Nov, salah satu perwakilan koalisi dari BALAI RW Institute, memaparkan delapan tuntutan utama yang didasarkan pada UU Pemajuan Kebudayaan dan regulasi terkait lainnya:
1.Menolak rencana penggabungan Dispora dengan Disparbud.
2.Menuntut Pemkab Jember membentuk Dinas Kebudayaan tersendiri.
3.Menyusun kebijakan kebudayaan daerah secara partisipatif.
4.Menyediakan alokasi anggaran yang proporsional untuk program kebudayaan.
5.Memfasilitasi kebutuhan komunitas seni, budaya, sastra, dan literasi secara berkelanjutan, termasuk ruang ekspresi dan pembangunan gedung kesenian.
6.Menyusun ulang Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) secara inklusif dan mempercepat penyusunan Perda Kebudayaan.
7.Menjamin adanya SDM bidang kebudayaan yang profesional di lingkup birokrasi.
8.Membentuk forum dialog reguler antara pemangku kebijakan dan pelaku budaya.
Gus Novi menegaskan, “Dan seluruh tuntutan ini akan kita terus suarakan sehingga ini menjadi bagian agenda kebudayaan Jember, minimal ada pemisahan dinas kebudayaan dengan pariwisata dan olahraga, dan teman-teman bersepakat untuk terus melakukan pembicaraan, hearing, maupun nanti langkah terakhir adalah demonstrasi.”
Seorang seniman yang mewakili Komunitas Perupa Jember (KPJ) dan Masyarakat Adat Nusantara (MATRA) dengan tegas menyatakan, “Saya terus, setuju menolak maksudnya, mohonlah jangan digabung gitu,” papar Wibisono yang juga Ketua Komunitas Perupa Jember
Respon Positif dan Dukungan DPRD
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto, S.T, menyatakan pemahamannya atas keresahan para pegiat budaya. Ia menjelaskan bahwa revisi Perda SOTK juga didasari oleh instruksi efisiensi anggaran dan peraturan MenPAN-RB. Namun, ia menekankan, “Seharusnya efisiensi tidak menghilangkan esensi, apalagi ini urusan budaya.”
Candra juga menyinggung pentingnya nilai-nilai budaya dalam menjaga jati diri bangsa, merujuk pada Trisakti Bung Karno. “Kami sepakat, nilai budaya itu terus dijaga, dikembangkan, ditumbuh suburkan, dan diturunkan nilai nilainya agar kenapa? Agar tidak ada lagi penjajahan yang nantinya itu malah akan menghilangkan jati diri bangsa kita.”
H. Khurul Fathoni, S.H, dari Fraksi Nasdem juga menyatakan dukungannya, “Saya secara pribadi sangat mendukung apa yang jenengan inginkan,” seraya berbagi pengalamannya sebagai pelaku seni.
Senada dengan koleganya, Nilam Noor Fadilah Wulandari, S.E dari Fraksi Golkar Amanah berkomitmen mengawal tuntutan tersebut. “Saya yakin Mas Candra selaku ketua Komisi B itu punya komitmen yang penuh pada 8 tuntutan itu, nanti akan kita pelajari ya Mas secara internal,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya isu budaya yang kerap dianggap kurang “seksi” dibandingkan infrastruktur. “Buat saya seksi ini malah yang nggak banyak dibahas, itu yang sebenarnya menjadi persoalan yang besar gitu.”
Di akhir sesi, Candra menegaskan sikap Komisi B. “Hari ini kami merasa berterima kasih kepada jenengan semua, dan kami menerima 8 tuntutan dari jenengan dan akan kami sampaikan kepada pimpinan dan juga kepada badan perda atau Bapemperda. Pada prinsipnya, yang hadir bertiga pada hari ini dari fraksi Nasdem, dari fraksi Golkar Amanah, dan juga dari fraksi PDIP perjuangan, sepakat setuju untuk menolak penggabungan dinas pariwisata dan kebudayaan, dan kalau memungkinkan, kita punya dinas kebudayaan tersendiri.”
Koalisi dan Komisi B sepakat untuk melanjutkan dialog guna memantau progres dari delapan tuntutan yang telah disampaikan. Pertemuan ini menandai langkah awal dari upaya advokasi yang lebih intensif dari para pegiat budaya Jember untuk memastikan pelestarian dan pemajuan kebudayaan daerah mendapat tempat yang semestinya dalam struktur pemerintahan dan kebijakan publik. (JRS)
Foto: Raff